BERBAGI RASA : PUNGGUK DAN BULAN
Kau tau bagaimana rasanya ketika purnama yang pungguk rindukan akhirnya turun mendekatinya?
Bahagia, seakan kesedihan yang selama ini ada sirna begitu saja.
Tapi apa artinya jika bulan sudah turun mendekati pungguk yang ada di bumi.
Iya, kiamat. Tamat riwayat.
Memang ada beberapa hal yang seharusnya berada ditempatnya, karna memang itulah yang terbaik untuk keduanya.
Apa gunanya bersama jika akhirnya keduanya sama sama terluka, waktu yang tak lama itu dibayar dengan harga yang terlalu mahal.
Kau mungkin berpikir, aku sedih untuk sesuatu yang baik, atau karna aku merasa tak pantas mendapatkan semuanya karna aku tak menghargai diriku sendiri layaknya orang lain menghargaiku. Tapi memang jika dipikir lagi dengan pikiran yang lebih jernih, biarkan saja yang indah tetap berada di kejauhan. Seperti bintang, jauhnya terlihat indah, ketika dekat, mungkin tidak akan ada lagi yang memujinya.
Aku dulu pernah yakin, entah bagaimana caranya Tuhan pasti akan mempertemukan jalan kami, entah bagaimana. Jalan itu akhirnya bertemu. Bagaimana rasanya ketika kau mendoakan sesuatu yang rasanya tak mungkin, akhirnya Tuhan kabulkan pelan-pelan.
Tak ada terbersit rasa ingin memiliki, aku biarkan dia mengalir begitu saja. Siapa yang begitu menyukai bulan hingga ingin memilikinya diteras rumahnya? Tidak ada, ia biarkan bulan duduk di singgasananya, terlihat agung, cahayanya yang temaram ketika purnama menenangkan seluruh umat yang ada di bumi. Biarkan ia begitu, selalu begitu.
Benar kata orang tua dulu, mencintai tak harus memiliki.
Comments
Post a Comment