BERBAGI CERITA : NITA KECIL DAN CERITANYA

Pernahkah kamu bercerita dengan hati yang terlilit hebat dan mata yang mengandung bawang? 


Aku, ketika harus mengorek seperti apa nita kecil dulu. 


Aku sudah sangat membenci diriku sendiri sejak aku masih duduk di bangku SD. Terdengar dramatis mengingat apa sih yang anak kecil pikirkan selain main? 


Menyedihkan sekali. 


Anak kecil yang biasanya ceria, sudah punya pikiran mengakhiri hidupnya dengan pisau dapur? 


Aku merasa seperti orang tak berdaya ketika harus menceritakan ini. 


Tapi, yuk kita coba. 


Drama anak SD dimulai ketika aku merasa berbeda dengan yang lain. Aku tak punya ayah, aku juga tak mengingat sosok ibu seperti apa yang aku punya dulu. Aku tak ingat apakah ibu dulu sayang padaku. Yang aku ingat, aku punya mbah yang selalu membelaku. 


Perbedaan ini semakin membuatku sakit ketika harus menerima bahwa ibu punya laki-laki baru, yang katanya akan menjadi ayah tiriku. Akhirnya aku kehilangan sosok pembela, aku ikut ibu ke istana barunya.


Jika aku diminta mengingat sesuatu dari ibu waktu nita masih kecil, aku ingat betapa aku merasa cemburu dengan adik baru, perhatian ibu perlahan menghilang, aku sendirian di rumah antah berantah. Aku protes dengan mengirimi ibu surat, dan akhirnya kami saling berbalas. Ibu tidak membenciku, tapi membenci ayahku, dan sialnya aku sangat mirip dengan ayah, itu alasan kenapa ibu tak perhatian denganku, ibu selalu menghindar saat aku dekati, ibu menamparku karna kesalahanku, ayah yang menendangku dengan alasan yang sama, memukulku dengan tali pinggangnya, aku tak bisa membela diri dan tidak ada yang bisa membelaku. Kesalahanku memang fatal, aku hampir saja menghanguskan rumah. Yang aku ingat di kejadian itu adalah aku tidak punya niat sama sekali untuk membakar rumah, itu sebuah kecelakaan, aku frustasi sekali bagaimana mungkin anak SD bisa memiliki hidup yang selalu dipenuhi dengan masalah. Apa pun yang aku kerjakan, tidak peduli dengan niat baik sekalipun, akan tetap berakhir mengenaskan. 


Aku tidak punya banyak kenangan di SD, bagaimana mungkin kamu mengabadikan foto dari seseorang yang kamu benci? Dan orang yang aku benci itu adalah nita kecil. 


Setelah tamat SD, aku bersekolah di Pondok Nurul Hidayah Bantan Tua, menguatkan argumenku tentang ibu yang membenciku. Dipondok aku masih membawa sifat dendamku, hanya saja kelakuanku perlahan berubah, aku menjadi orang yang *sulit di definisikan*. Aku baru mengetahui fakta bahwa hati yang hitam menghasilkan wajah yang kusam. Aku menjadi yang *terjelek* di kelas. Aku menghancurkan semua foto-fotoku menyadari bahwa aku ini jelek sekali. Salah satu temanku bahkan terang-terangan ngomong kalau aku *kayak orang tua* dan teman yang lain cekikikan di belakang. Iya, aku kayak orang tua. Badan kurus kering, kulit gelap, wajah petak asimetris. Aku bertanya-tanya apakah Allah memang sedang ngantuk pas menciptakan aku hingga Dia lupa memberi sedikit *beauty* ke hambanya yang satu ini? 


Tapi mau bagaimana lagi? 


Hal yang masih sangat menyakitkan ketika aku harus mengucapkannya adalah ibu yang bercerita bahwa bapak tiriku meminta ibuku untuk menyerahkan aku ke bapak kandungku. 


Aku akan senang sekali. 


Kalau aku tau dimana bapakku sekarang. 


Apakah ini artinya aku sedang ingin dibuang? 


Aku tau beliau tak punya kewajiban untuk mengurusku, apalagi membiayaiku. Aku ingin sekali menghilang agar ibu bahagia dengan suami barunya. Tapi aku belum mati-mati juga. Allah masih belum ingin aku mati. Seringkali aku berdoa agar Allah segera matikan aku, memberi aku penyakit mematikan agar beban ibuku meringan. 


Disaat aku dewasa, aku memahami betapa sulit keadaan ibuku. Aku terlalu egois saat itu. Ibu menjadi satu-satunya pusat semesta yang aku punya. Aku mencintainya lebih dari diriku sendiri, for real. Senyumnya adalah segalanya. 


Saat ini, aku sudah lebih berdamai. Aku sudah lebih bahagia. Aku mulai menyembuhkan semuanya walau terkadang luka itu masih terasa sakit. 


Pembaca mungkin sedikit heran kenapa aku harus menceritakan hal sensitif ini, tapi inilah caraku mengobati luka. Aku menuliskannya, mempublishnya dengan circle yang sangaaaaaaat kecil, blog adalah tempat yang sempurna, karna tidak semua orang suka membaca. 


Aku harap, kamu, yang sedang membaca ini, entah kamu akan menjadi ibu atau ayah suatu saat nanti, kamu lebih peduli dengan perasaannya, jangan sampai anakmu menjadi nita kecil lain. Tanamkan padanya sesuatu yang bisa ia jadikan pegangan ketika hatinya sedang tidak baik-baik saja. 


Doakan aku juga agar cepat pulih ya, aku tidak ingin sakit ini masih terasa ketika aku sudah punya anak nanti. 


See you, and I love you 😊


Related Posts

Comments

Total Pageviews

Popular Posts