BERBAGI RASA : KENAPA AKU HARUS MENULIS?
Bagiku menulis sudah seperti
minum obat, aku hanya meminumnya beberapa kali, seperlunya dan dengan dosis secukupnya.
Menulis menjadi obat dari segala huru hara yang terjadi dikepala, ketika perang
sedang berkecamuk didalamnya, hanya dengan menulislah akhirnya keduanya bisa saling
memaafkan, lalu terbitlah damai.
Aku dulu sangat kesulitan ketika kepalaku begitu riuh, ku pikir aku yang
sedikit gila, karna rasanya ada jutaan semut yang sedang pidato, semua
berbicara dan hanya kedua telingaku yang mendengarnya. Aku tanyakan ini ke
Ibuku, barang kali Ibuku tau cara membasmi semut-semut ini, tapi beliau hanya mengangguk. Aku mencari di google
tentang ini, dan yang aku temukan malah diagnosa skizofrenia, mulai hari itu
aku tak lagi mempercayai google.
Aku mulai menulis di aplikasi “catatan” yang biasanya sudah tersedia
disemua telvon genggam. Ku tuangkan semua yang terlintas dipikiranku, dan boom.
Seakan pikiranku tumpah kedalamnya, pikiranku perlahan mulai berhenti bersuara,
hanya tinggal beberapa semut yang masih tinggal, tak apa, tak perlu ku basmi
semuanya.
Aku bisa menulis apa saja kecuali karangan ilmiah, karna aku tidak
terlalu menyukainya. Kalimat yang digunakan terlalu kaku, dan aku tidak
terbiasa dengan itu. Aku lebih memilih menulis cerita, puisi dan nasehat. Aku menuangkan
alur cerita yang aku rangkai hingga menjadi cerpen, menumpahkan perasaan hingga
menjadi puisi, menasehati diriku sendiri dan berharap orang lain juga
terinspirasi. Bukankah hidup ini selalu tentang memberi? Karna meminta bukanlah
hal baik yang kau lakukan jika masih bisa berusaha.
Anehnya, ketika aku terus menulis. Aku merasa ada yang berbeda dari
setiap tulisanku, selalu ada perubahan. Terkadang aku malu membaca tulisanku 1
tahun yang lalu, berpikir bagaimana mungkin aku menulis sampah seperti ini. Aku
lalu mengutuk diriku sendiri yang terlalu bodoh. Tapi aku cepat-cepat
menyadarkan diriku bahwa hidup ini selalu berproses, harusnya aku lebih malu
jika tulisanku yang dulu lebih baik dari yang sekarang, karna itu artinya aku
tidak berproses sama sekali.
Ada beberapa hal yang aku pelajari dari menulis, salah satunya adalah
tulisan itu bersifat abadi. Aku membuat diriku tak pernah mati, tubuhku boleh
saja hancur dimakan waktu, tapi tidak dengan karyaku, satu-satunya tanda bahwa
aku pernah hidup di dunia ini. Dan inilah yang membuatku terus menulis, tak
peduli berapa orang yang membaca tulisan ini, aku akan terus menuliskan huru
hara di kepala.
Terima kasih kepada Allah yang sudi memberikan otak yang membuatku bisa
berpikir, kalau bukan karna-Nya, mungkin aku hanyalah seonggok daging yang tak
bisa apa-apa, dijual pun tak ada harganya.
Comments
Post a Comment