CERBUNG : DIMAS DINA CALLED FRIEND ZONE


"Pergi!" kataku pelan sambil menunduk.
Mataku sembab, hatiku sesak, dadaku perih, aku tersakiti lagi. Aku sudah berkali-kali mencoba untuk tidak jatuh cinta, ternyata gagal, dia terlalu mempesona.
Sosok itu bernama "Dimas". Aku sudah mengenalnya bertahun-tahun lalu, kami satu SMA. Awalnya dia hanya laki-laki biasa, teman yang asik diajak ngobrol, tapi semuanya berubah ketika sifatnya menjadi lebih manis dari biasanya, aku curiga, karna setiap dia melakukan itu, aku terharu.
Aku yang dibesarkan tanpa sosok ayah, jelas mendambakan laki-laki baik seperti Dimas, perhatian dan pengertian, paling mengerti dengan sifatku yang suka berubah-ubah, sabar dan sangat manis.
"Kamu memang semanis ini dari dulu?" Aku bertanya.
"Iya." Jawabnya singkat.
"Kok aku jatuh cintanya baru sekarang?"
"Gimana?" Dia menatapku heran sambil tersenyum sedangkan aku malah tertawa melihat ekpresinya.
Sore itu kami pulang bareng, kami memang sering menghabiskan waktu bersama di kampus. Sepulang dari kampus kami melipir ke sebuah rumah makan, kebiasannya tak pernah berubah, menarik kursi dan mempersilahkan aku duduk terlebih dulu. Kami memesan menu berbeda agar bisa saling menyicipi rasanya, dia mengambil gelas dan menuangkan air, lalu disodorkan padaku sambil bilang "sebelum makan minum dulu", sederhana, tapi senyumku tak pernah gagal keluar ketika dia melakukan itu.
"Nih buat kamu." Aku mengumpulkan dan memindahkan semua kerupuk ke piringnya. Aku tidak suka makan pake kerupuk, sedangkan dia sudah seperti makanan pendamping wajibnya.
"Ini buat kamu kalau gitu." Dia mengumpulkan beberapa pete yang tercampur disambalnya dan meletakkannya di piringku, aku terkekeh, dia tau kalau aku sangat suka pete.
"Kamu masih suka aku kalau aku suka pete?"
"Kamu suka biawak pun aku masih suka"
"Idih"
"Tapi kamu suka aku gak?" Tanyanya tanpa melihatku.
"Aku sayang kamu"
"Aku juga" Senyumnya terlihat tipis karna dia masih belum berani menunjukkan wajahnya yang kemerahan, dia tersipu, aku terkekeh lagi.
Setelah ngobrol ngalor ngidul, kami memutuskan untuk pulang. Disepanjang perjalanan kami hanya tertawa seakan semuanya sedang baik-baik saja, lukaku yang pernah menganga perlahan sudah mengering, Dimaslah obatnya, dan aku tak pernah tau jika obat luka bisa membuat candu.
"Selamat malam dan selamat tidur tuan putri" Pesan masuk dari Dimas.
Idih geli banget kataku sambil menggigit ujung selimut, aku geli ketika alaynya mulai kumat, dia suka sekali memanggilku tuan putri, dan terkadang aku memanggilnya pangeran, kami memang sama-sama alay, lalu akhirnya tertawa bersama, dia dikamarnya dan aku dikamarku, aku yakin dia sedang tertawa.
Setelah ucapan tidur itu, aku memutuskan untuk segera tidur, tapi whatsapp story terlalu menggoda untuk tak dibuka, setelah skip beberapa story teman-temanku, aku menemukan sesuatu yang tak asing, ada foto Dimas dan seorang wanita dengan caption "Cie Dimas udah punya pacar".
Aku terdiam beberapa detik sebelum akhirnya bulir air mata jatuh.
Dimas tampak bahagia difoto itu, senyumnya ikhlas sekali, seperti tidak ada beban, apa Dimas memang semenawan itu ketika tersenyum.
Aku memutuskan untuk tidur saja dan melupakan semuanya. Dunia ini lucu sekali, hati yang baik-baik saja dibuat terluka, hati yang terluka dibuat sembuh, lalu dikorek kembali agar berdarah, sebagian lain sembuh dan terluka lagi, sebagian lain tak berusaha mengobati dan dibiarkan bernanah hingga akhirnya mati rasa.
Keesokan harinya aku memutuskan untuk rebahan dirumah saja, terlihat lemah ya? Menurutku tidak apa-apa untuk terlihat tidak baik-baik saja, toh aku masih manusia, yang tidak boleh itu berlarut-larut, dan menurutku berdiam diri dirumah seharian tidaklah keterlaluan. Tiba-tiba telvonku berbunyi, ada pesan masuk, dari Dimas.
"Din, kamu gak ke kampus?"
"Enggak Dim"
"Yaaah, padahal aku mau cerita."
"Cerita aja di sini"
"Kepanjangan Din"
"Dipendekin deh"
"Aku punya pacar :)"
"Serius?"
"Iyaaa"
"Siapa?"
"Kamu hehe"
Aku membanting telvonku ke kasur. Dasar anak syaiton desisku.
"Tunggu disitu, aku bawa clurit ke sana" Balasku geram.
"Ampun Din haha"
"Siapa sih Dim?"
"Tasya, itu yang pernah aku taksir, ternyata dia naksir aku, gila gak sih"
Oh Tasya namanya, cewek yang ada di story temannya kemarin. Helaan nafasku semakin panjang, di satu sisi aku sedih, disisi lain logikaku memaksa untuk ikut berbahagia karna dia temanku. Ku pikir dia menyukaiku.
"Selamat yaaaa, kirain lu homo" Balasan terakhirku sebelum akhirnya ku putuskan untuk mematikan telvonku.
Padahal Dimas terang-terangan mengatakan kalau dia menyayangiku, walau aku suka makan biawak sekalipun.

To be continue...

Related Posts

Comments

Total Pageviews

Popular Posts